JURNALPOST, Jakarta – Tren positif perekonomian Indonesia ditunjukkan baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Indeks PMI Manufaktur tetap ekspansif di level 50,2, meski sedikit melambat dibandingkan bulan Mei yang sebesar 50,8.
Selanjutnya, konsumsi listrik tumbuh positif, ditopang oleh konsumsi listrik untuk industri dan bisnis. Optimisme aktivitas ekonomi masyarakat tetap kuat, dengan IKK Juni yang tetap pada level optimis di 128,2, relatif stabil dibandingkan bulan lalu 128,9.
Selain itu, aktivitas masyarakat sudah kembali normal seiring dengan akselerasi vaksinasi COVID-19 yang berjalan lancar. Google Mobility Indeks per 13 Juli 2022 meningkat menjadi 18,5% di kuartal II seiring periode libur.
Sejalan dengan hal tersebut, indeks penjualan riil bulan Juni mencapai 229,1, tumbuh 15,4% secara tahunan, namun sedikit menurun dibandingkan bulan Mei yang mencapai 234,1.
Dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Juli 2022 Kemenkeu menyatakan, Neraca perdagangan masih mencatatkan surplus, pada bulan Juni sebesar USD5,09 miliar dan melanjutkan tren surplus selama 26 bulan berturut-turut, dengan akumulasi sampai dengan Juni 2022 atau semester I-2022 surplus USD24,88 miliar.
Ekspor bulan Juni 2022 mencapai USD26,1 miliar, tumbuh tinggi sebesar 40,7% (yoy), didukung ekspor kelompok nonmigas seperti batubara, produk sawit, besi dan baja.
Sementara itu, impor bulan Juni 2022 mencapai USD21 miliar, tumbuh positif sebesar 22% (yoy) yang didominasi oleh jenis barang input (bahan baku dan barang modal).
Cadangan devisa akhir Juni 2022 sebesar USD136,4 miliar, meningkat dari posisi pada akhir Mei 2022. Jumlah tersebut setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Lebih lanjut disampaikan, bahwa inflasi Indonesia dalam tren meningkat namun masih terkendali. Hal ini tak lepas peran APBN sebagai shock absorber yang mampu menahan dampak kenaikan harga komoditas global menjadi terbatas.
Sehingga, menurut keterangan tersebut, daya beli masyarakat dan momentum pemulihan ekonomi dapat tetap terjaga. Selain karena harga komoditas global, tekanan inflasi domestik lebih disebabkan oleh faktor musiman dan diperkirakan mereda seiring membaiknya pasokan.
Kurs Rupiah terhadap USD melemah di kisaran 15.000/USD. Meski masih terdepresiasi, kinerja kurs Rupiah lebih baik dibandingkan dengan beberapa EM seperti Malaysia, India, Thailand, dan Filipina.
Selain itu, kebijakan hawkish the Fed berdampak pada capital flow dari Emerging Market, termasuk Indonesia. Namun dampaknya terbatas didukung likuiditas domestik yang masih cukup kuat.
Baca juga:
APBN Hadir sebagai Shock Absorber Dampak Peningkatan Resiko Global
Tren Positif Ekonomi Domestik di Tengah Dinamika Perekonomian Global
Dari segi kepemilikan, SBN masih didominasi oleh Perbankan dan BI, sementara porsi kepemilikan asing masih dalam tren menurun sejak akhir 2019 (38,57%) menjadi 15,39% per 22 Juli 22.
Di tengah pengetatan kebijakan moneter global, kinerja pasar SBN domestik masih cukup resilien. Namun perlu diwaspadai pengaruh normalisasi kebijakan moneter global pada peningkatan cost of fund.
Penulis: Micky Wijaya
Editor: Djali Achmad